Senioritas – Budaya senioritas saat ini masih sering ditemui di Indonesia. Senioritas adalah cara melihat status atau tingkatan dari faktor usia atau lama bekerja di suatu tempat. Seseorang disebut lebih senior apabila lebih tua atau bekerja lebih lama daripada yang lain. Kebalikan dari senior adalah junior.
Bukan hanya di tempat kerja atau komunitas, senioritas juga umum terjadi di lingkungan sekolah. Budaya senioritas yang tidak terkontrol bisa menimbulkan korban atau dampak bagi kelompok junior. Nah, apa saja dampak budaya senioritas dan bagaimana cara menghadapinya dengan baik?
1. Kesempatan yang Kurang Adil
Salah satu dampak budaya senioritas adalah kesempatan yang kurang adil bagi kelompok junior. Hal ini sangat jelas terlihat di tempat kerja yang masih menerapkan budaya senioritas, contohnya terkait kesempatan untuk naik jabatan. Pekerja yang lebih senior memperoleh kesempatan yang lebih besar untuk mendapatkan kenaikan jabatan.
Kenaikan jabatan seharusnya ditentukan berdasarkan kompetensi seseorang. Lama bekerja bisa menjadi sebuah faktor pertimbangan yang mengarah pada nilai pengalaman. Pada umumnya, semakin lama bekerja, seseorang bisa jadi lebih berpengalaman. Namun, hal ini perlu dibuktikan dengan skill yang dimiliki.
Jika sebuah kantor menerapkan budaya senioritas, pekerja yang lebih muda atau lebih baru tidak akan mendapatkan kesempatan yang sama untuk berkembang. Ia harus menunggu pekerja lama untuk pergi supaya dapat mencicipi kesempatan tersebut. Bagi perusahaan, hal ini tentu bisa merugikan.
Cara menghadapi situasi seperti ini memang sulit. Jika kamu berada di posisi junior dan punya kualitas yang lebih kompeten, wajar jika merasa kecewa. Langkah yang bisa dilakukan adalah menunjukkan prestasi yang nyata supaya terlihat oleh manajemen. Di sisi lain, kamu juga harus banyak bergaul dengan para senior untuk membangun hubungan.
2. Tindakan Mendominasi
Dampak budaya senioritas, baik di tempat kerja maupun di sekolah, adalah tindakan yang bersifat dominasi kepada pihak yang lebih lemah. Dalam budaya ini, senior dianggap lebih berkuasa dan kuat dibandingkan junior, sedangkan junior berada di posisi sebaliknya. Hal ini membuat junior harus tunduk kepada senior.
Interaksi yang bersifat dominasi kepada kelompok tertentu tentu bukan interaksi yang sehat. Pihak yang lebih unggul akan menguasai pihak yang lebih lemah. Akibatnya, kebutuhan pihak yang lemah bisa jadi tidak tercukupi dengan baik. Sementara itu, pihak yang dominan akan merasa “aman”.
Dominasi bisa membuat pihak yang lemah tidak berkembang. Junior sebagai pihak yang lemah harus mengikuti kemauan senior walaupun tidak sesuai dengan nilai-nilai hidupnya. Hal ini bisa menimbulkan perasaan tidak berdaya, rendah diri, kecewa, marah, atau dendam kepada orang yang melakukan dominasi.
Jika kamu berada di posisi sebagai junior, kamu pasti akan kesulitan menghadapi situasi ini. Namun, kamu harus berani melawan dominasi yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Kamu juga perlu belajar untuk mengelola perasaan negatif yang muncul akibat tindakan dominasi.
Baca Juga: Mengapa Cancel Culture Begitu Kuat di Industri Hiburan Korea Selatan?
Eps. “Kami Setuju Ospek yang Kejam”
by Podcast Musuh Masyarakat
3. Siklus Balas Dendam
Di Indonesia, budaya senioritas seolah telah mengakar pada beberapa lembaga pendidikan. Ada sejumlah korban jatuh karena mengalami tindakan kekerasan yang dilakukan oleh para seniornya. Sering kali, tindakan tersebut dibalut dengan embel-embel penerapan kedisiplinan.
Sebenarnya, hal ini mengakar pada keinginan untuk balas dendam atas apa yang dialami sebelumnya. Mereka yang berstatus senior saat ini merupakan junior pada masa lalu yang telah mengalami perlakuan yang sama. Mereka pun ingin melakukan balas dendam kepada pihak lain yang lebih lemah.
Hal ini berlangsung secara terus-menerus dan menjadi siklus yang sulit untuk dihentikan. Akibatnya, budaya senioritas tetap awet dan selalu berdampak merugikan kepada orang lain. Jika kamu adalah junior yang menyadari siklus ini, ambil komitmen untuk tidak melakukan hal yang sama. Hentikan siklusnya agar senioritas negatif tidak berlanjut.
4. Rasa Solidaritas yang Salah
Budaya senioritas bisa mengacu pada personal maupun kelompok. Jika melibatkan kelompok, budaya ini bisa menciptakan rasa solidaritas yang salah. Solidaritas adalah sifat satu rasa karena senasib. Apabila mengalami tindakan yang tidak menyenangkan dari kelompok senior, para junior akan membangun solidaritas.
Namun, solidaritas seharusnya berdampak positif dan membangun. Tujuannya untuk saling mendukung antara sesama karena mengalami situasi yang sama. Jika solidaritas muncul karena tertekan oleh senioritas, bukan tidak mungkin akan menghasilkan output negatif. Kelompok ini bisa berpotensi merugikan orang lain secara berkelompok.
Jika kamu adalah junior yang secara tidak langsung bergabung dalam kelompok dan membangun solidaritas, bersikaplah waspada. Jangan tergoda untuk melakukan kegiatan negatif karena didorong oleh solidaritas bersama. Buatlah batasan pada diri sendiri mengenai hal yang baik untuk dilakukan bersama teman senasib.
5. Mengubah Karakter Pribadi
Budaya senioritas dapat mengubah karakter seseorang. Ada yang berubah menjadi positif, misalnya lebih berani dan kuat menghadapi tekanan. Namun, ada pula yang menjadi negatif, misalnya menjadi rendah diri, kurang inisiatif, takut melakukan kesalahan, tidak berani mengambil keputusan, dan sebagainya.
Dampak tersebut bisa memengaruhi kehidupan seseorang dalam jangka waktu yang lama. Apabila kamu mengalami hal ini, baik saat berada di sekolah maupun tempat kerja, berusahalah untuk menyadari diri sendiri. Jangan biarkan situasi tersebut mengubah karaktermu menjadi negatif. Namun, ambil sisi positif dan jadilah berkembang.
Baca Juga: Melacak Sejarah Diskriminasi Etnis Tionghoa di Indonesia
Pembahasan mengenai budaya senioritas sering kali dihindari dan dianggap tidak ada. Padahal, ada orang-orang yang telah mengalami dampaknya walaupun sering tidak disadari. Nah, untuk membuka wawasan mengenai hal kontroversi semacam ini, kamu bisa mendengarkan podcast Sumbu Pendek di Noice.
Noice menyediakan banyak konten audio Indonesia yang menarik untuk disimak. Karena itu, download aplikasinya terlebih dahulu di PlayStore atau App Store.
Eps. “Kami Setuju Ospek yang Kejam”
by Podcast Musuh Masyarakat